We’re in the middle of Ramadhan this year already, when I thought I just had my first Ramadhan not at home after the Covid-19 era, but it turned out to be last year.
Aku ingat betul, ambil snack dimsum favorit untuk buka puasa. Kemudian, buka puasa bersama, masih ramai. Ternyata aku rindu teman-teman.
Anyway, tulisan ini seharusnya tentang Ramadhan, maka ku kembalikan ke kodratnya. Bahwasannya Ramadhan adalah satu titik di setiap tahun, untuk berhenti sejenak, bernafas, dan melihat ke belakang dan mengamati sekeliling sejenak.
Ada yang datang ada yang pergi. Ada yang bertambah tinggi. Ada pula yang makin mahir menari.
Kalau aku? Ramadhan tahun ini aku pakai kacamata hahaha. Habis katanya berbahaya kalau menyetir malam-malam tapi tidak pakai kacamata, jadi ku pakai saja, meski menyetirnya belum bisa juga, setidaknya berjaga-jaga jika sewaktu-waktu aku mahir.
Kacamata yang ku pakai ternyata kadang berfungsi namun kadang juga tidak. Ia berfungsi kalau malam, ketika aku lihat lampu-lampu, dan kalau siang ketika lihat signage menjadi tidak berbayang.
Anehnya kalau ku pakai melihat pemandangan kota dari gedung bertingkat, kenapa buram sekali ya? Warnanya abu-abu pula, bukan biru. Pagi, siang, sore, sama saja.
Kacamataku juga tidak bisa ku pakai untuk membaca pikiran pikiran dan perasaan orang lain.
Mungkin kacamataku harus ku ganti, ya, biar jelas semua kelihatannya. Ku coba ganti deh, tahun depan.
---
Sudah April lagi.