Dedikasi yang terakhir kalinya.
Baru tersadar bahwa diri terlalu lemah untuk hal-hal yang berkaitan dengan jarak, waktu, dan persembunyian. Terakhir merasa begitu menginginkan sesuatu adalah beberapa tahun lalu, saat pesaing nyata hanyalah sebuah video game sepakbola. Tapi kini keadaannya jauh sangat berbeda, karena saya bersaing dengan dunia, benar?
Kemudian, percakapan dengan seorang teman dari perpustakaan kampus hingga stasiun kereta kini menghantui lebih dalam lagi. Pembahasan mengenai manusia-manusia yang beranjak dewasa tak pernah gagal membuat merinding. Rasanya mau jadi anak kecil terus saja, walaupun memang tak punya kuasa apa-apa, tapi kelihatannya bahagia.
Bersama hujan yang turun hari ini, saya ingin menanyakan hal yang selalu ingin saya tanyakan, "Lalu, bagaimana dengan kamu?". Dan juga pertanyaan kapan berhenti main-main dengan semua ini yang tak hanya dapat dijawab oleh waktu, tetapi olehmu dan juga jarak antara Bandung dan Jakarta.
Sejujurnya dulu saya terlewat egois untuk tetap menunggu dan terlalu percaya kamu. Pada akhirnya, hingga detik ini saya pun tak pernah tahu jawabannya. Dan kini sudah sangat terlambat. Saya memang tak pernah punya hubungan baik dengan jarak, yang sialnya kini telah menjadi satu-satunya hal yang menghubungkan saya dengan kamu.
Menunggu cerita baik dari akademi.
Saya dengar Semarang seramah itu.
Semoga selalu baik.
Saya janji ini yang terakhir.
No comments:
Post a Comment