Not mine.
Jam dinding menunjukkan angka satu, di sebuah kedai kopi 24 jam. Di luar gelap. Setelah menceritakan dan mendengar sepenggal kisah, dua manusia meneguk kopinya masing-masing. Malam masih panjang. Kini keheningan menjadi jarak antara mereka. Sang wanita menatap rambut teman bicaranya yang kini berantakan. Sang lelaki memutar sendok di dalam gelas miliknya sambil menatap ke tepian meja.
"Kenapa?" tanya sang wanita.
"Tidak apa-apa."
Sang lelaki melanjutkan ceritanya. Namun, sebenarnya hanya ada satu hal yang ia lakukan sedari tadi. Berusaha untuk tidak menatap mata lawan bicaranya. Sesekali cerita terpotong olehnya yang menelan ludah dalam-dalam. Masih tidak berani menatap sepasang mata yang kini ia tahu sedang menatap wajahnya. Ia takut.
Baginya, mata adalah jendela untuk melihat dunia. Namun, mata jugalah yang mempersilakan dunia melihat apa yang ada di dalam dirinya. Ia tidak mau. Ia tidak sedang baik-baik saja. Satu-satunya hal yang ia pikirkan hanya bagaimana cara agar wanita dihadapannya tidak tahu. Bahwa, di dalam dirinya tersimpan rahasia paling berharga, tentang sebuah titik persimpangan antara dua cerita, tentang mereka.
"By the way, tahu gak, sih? Lama-lama gigi kita kuning dan kantung mata kita punya kantung mata, kalau begini terus," sang wanita memotong cerita sang lelaki.
Sang lelaki tertawa menanggapi sosok dihadapannya. Namun, seketika ia berhenti. Ia telah melakukan kesalahan paling fatal seumur hidupnya.
"Matamu bagus."
...
17 Maret.
Malam minggu.