Saturday, April 6, 2013

Ku Harap Begitu.

Terlalu kejam untuk tidak ku ceritakan apa yang terjadi.
Aku berharap tidak terlalu jatuh saat kau melihatnya mendatangimu.
Bukan cokelat panas, bukan kopi panas, bukan teh hangat, hanya segelas air putih, yang ku harap akan membuatku merasa lebih baik dengan semua keajaiban yang dimilikinya.

Angka-angka di tanggalan itu memandangku dengan tatapan penuh dendam.  Terasa seperti tidak menghargai diriku sendiri, tak pantas juga.  Tapi apa yang seharusnya ku lakukan saat semua hal bertentangan dengan pemikiranku, yang sejujurnya tak pernah menguntungkan akhirnya?  Tampar aku 5 kali jika kau bicara tentang konsekuensi.  Bolehkah aku menunggu hingga konsekuensi lenyap di saat dunia berlari bersamamu?

Mematung di saat dunia berkontemplasi. Ini ilusif dan cukup sudah untukku.

Pikiranku karut-marut sudah setelah semuanya ku anggap akhirnya.  Bagai sebuah intermeso di tengah-tengah pertunjukan murahan sambil mendengarkan pria tua bercerita tentang analogi-analogi tak jelas, lalu berkicau tentang cuaca hari ini.  Omong kosong, aku bahkan tak paham.

Entah apalagi yang harus aku lakukan.  Rasanya ada sesuatu yang mengganjal melihat sekelilingmu, bahkan jam terkena aritmia jantung dan cermin diabetes, ku pikir. Ya, mungkin harus ku biasakan diriku dengan semua hal, hingga waktunya untuk berubah, semuanya. Tapi segalanya terasa mudah untuk diucapkan, ku rasa aku benar.

Sejujurnya, terlalu lelah untuk mengatakan aku lelah dengan semua ini.  Aku lelah, lalu apa?  Hal-hal semacam itu tak kan pergi bersamamu dengan mudah seperti mengedipkan mata.
Tapi ku harap semuanya, aku, kau, jam, tanggalan, dan dunia, menjadi lebih baik begitu hari ini usai, ku harap begitu. 

No comments:

Post a Comment