Sunday, July 15, 2018

Talk, Road, and Votes.

This is late, but I participated in an election for the first time about two weeks ago. Ternyata menyenangkan sekali memilih pemimpin dengan suara sendiri. Since I currently at my grandma's, so I got home early in the morning.
I had to take the public transportation. Considering everybody wanted to use their voice, jalanan cukup kosong dan sulit mencari kendaraan yang mau saya naiki, but luckily I found one.
Hanya ada tiga orang di dalam kendaraan itu; saya, seorang mbak-mbak duduk di depan, dan bapak supir.

Bapak supir tersebut langsung bertanya kepada saya begitu saya duduk,
"Gak nyoblos, Neng?"
"Ini saya mau nyoblos, Pak, makanya pulang dulu."

Kemudian bapaknya nanya ke mbak-mbak yang duduk di sampingnya.
"Kalo nengnya, gak nyoblos?"
"Oh, saya udah, Pak. Kan udah dikasih duit, masa gak nyoblos?"

Dang.

Baru pertama kali dengar langsung tentang main uang ini dari orang yang mengalaminya. Selama ini saya kira cuma sekadar kisah legend yang datangnya setiap pemilihan. Ternyata sungguhan ada dan masih ada.

Kemudian percakapan antara mbak-mbak dan bapak supir berlanjut. Saya diam saja menyimak. I guess I was not in the mood to join that conversation, walopun biasanya hati ini sangat bergejolak untuk jbjb hehe. But no, hari itu saya memutuskan untuk mendengarkan saja.

"...iya ini, Neng. Saya mah jalan aja, kasian penumpang yang mau naik barang satu dua orang juga kalo gak ada kendaraan yang lewat kan kasian. Nengnya mau kemana?

"Iya ini saya mau ke tempat kerja, kan mau resign"

Dalam hati saya, "Ooo, mbaknya sudah kerja dan mau resign."

"... dulu saya lama kerja di laut, Neng."
"Oh iya, Pak? Katanya kalau yang kerja di laut gitu, kalau ada yang mati langsung dibuang ke laut, Pak?"
"Iya. Kan lama, Neng, kalo di laut mah bisa tiga bulan, empat bulan. Kalo dibiarin mah keburu bau."

Saya di belakang mangut-mangut mendengarkan.

Percakapan masih berlanjut membahas mengenai Australia, Bahasa Jepang, dan lainnya, hingga ada pengendara motor yang mendekat dan membunyikan klakson. Kemudian kendaraan perlahan merapat ke kiri jalan. Motor tersebut juga berhenti di depan kendaraan, kemudian pengendaranya turun memberikan sebuah bungkusan dan beberapa lembar uang.

"Itu siapa, Pak?"

"Biasa itu yang suka nitipin jualan. Kasian gak ada yang ngangkut berarti dari tadi. Atuh gak ada yang jalan kayanya."

Ternyata pengendara tersebut biasa menitipkan jualannya kepada kendaraan umum tersebut untuk di antarkan ke tujuan akhirnya.

Kendaraan mulai melaju kembali dan percakapan berlanjut.

Tak lama saya mulai mengantuk karena pagi itu saya harus bangun pagi agar bisa sampai lebih cepat di rumah. Kemudian, saya pun tertidur sambil didongengi oleh percakapan kedua orang tersebut. Long story short, saya pun berhasil sampai rumah untuk menggunakan hak suara saya. Dan sorenya saya harus kembali ke rumah nenek, karena esoknya sudah harus kembali beraktivitas.

Yang saya tahu, hari itu terasa lebih lama dari biasanya.
Seandainya setiap hari bahagia terasa seperti itu untuk dinikmati.


We need to listen more, to hear more stories and live in it.
Malam piala dunia, Juli 2018.

Monday, July 9, 2018

20.


In this 20 years of living, I've been experiencing and seeing,
a nice kid has gone bad,
a hater of Apple Inc. became an iPhone user,
a bully became no better than the one that he/she bullied at school,
an enemy became a friend,
a friend became a lover,
a lover became a stranger,
a rival in class became someone he/she loves,
a talkative became a quiet person,
a friend became a wife,
and me, I became the person that I hate.

Better late than never, let me sing a Happy Birthday to myself.
And happy birthday too, partner.

These past two years,
thank you for being there,
thank you.

Sunday, June 17, 2018

Bakwan.

Bad quality pardon me.

This is the middle of June already,
and Ramadhan,
and Eid.

I hope this is not too late to share what I had this Ramadhan.
So, my last day at work before taking my job leave got me think and be grateful for what I have. It was almost 5 pm in a nice afternoon because I already smelled home when my friend, Rani, said the most random thing I've ever heard this year.

"Nas, kita ke stasiun naik bajaj aja."

I thought she was kidding and we could order go-car instead but she was not.

So, we did take the bajaj to the train station. It was actually nice mengingat saya lupa kapan terakhir naik bajaj. Mungkin saya bakal naik lagi kalo ada temennya, lumayan 15000 for two in a rush hour daripada naik go-car atau go-jek. We arrived in front of the train station dan jiwa jiwa lapar mulai bermunculan since kita bakal buka di kereta. Yep I took the train from Tebet to Bogor and it spend more than an hour.

We decided to buy some gorengan pinggir jalan.

"Ini berapaan, Pak?" terus saya dikacang sama abang abangnya karena beliau lagi ngelayanin lapak satunya. Beliau punya dua lapak; lapak gorengan dan lapak batagor.

Kebetulan lagi ada pembeli lain, dua bapak-bapak. Terus saya dijawab sama salah satunya, "Seribu dek yang itu, ya kan bang?"

"Oh iya, Pak."

"Ambilnya yang di bawah, Dek, yang di atas kena debu soalnya ga ditutupin."

"Iya, Pak."

So I took bakwan and lontong dan bertanya kembali ke abang abangnya, "Segini jadi berapa, Bang?" Terus yang jawab bapak bapaknya lagi, "Kok cuma segitu? Mana kenyang! Ambil lagi nanti sekalian sama saya aja ini."

Long story short, gorengan saya dan Rani dibeliin bapak bapak tadi and we both are just happy kaya anak TK dikasih permen hehe.

Ternyata tidak perlu uang banyak to make others happy, isn't it?
Semoga bapak-bapak yang kemarin sehat dan bahagia selalu.


Mohon maaf lahir batin.
Eid day 3.

Saturday, March 17, 2018

The eyes.

Not mine.

Jam dinding menunjukkan angka satu, di sebuah kedai kopi 24 jam. Di luar gelap. Setelah menceritakan dan mendengar sepenggal kisah, dua manusia meneguk kopinya masing-masing. Malam masih panjang. Kini keheningan menjadi jarak antara mereka. Sang wanita menatap rambut teman bicaranya yang kini berantakan. Sang lelaki memutar sendok di dalam gelas miliknya sambil menatap ke tepian meja.

"Kenapa?" tanya sang wanita.
"Tidak apa-apa."

Sang lelaki melanjutkan ceritanya. Namun, sebenarnya hanya ada satu hal yang ia lakukan sedari tadi. Berusaha untuk tidak menatap mata lawan bicaranya. Sesekali cerita terpotong olehnya yang menelan ludah dalam-dalam. Masih tidak berani menatap sepasang mata yang kini ia tahu sedang menatap wajahnya. Ia takut.

Baginya, mata adalah jendela untuk melihat dunia. Namun, mata jugalah yang mempersilakan dunia melihat apa yang ada di dalam dirinya. Ia tidak mau. Ia tidak sedang baik-baik saja. Satu-satunya hal yang ia pikirkan hanya bagaimana cara agar wanita dihadapannya tidak tahu. Bahwa, di dalam dirinya tersimpan rahasia paling berharga, tentang sebuah titik persimpangan antara dua cerita, tentang mereka.

"By the way, tahu gak, sih? Lama-lama gigi kita kuning dan kantung mata kita punya kantung mata, kalau begini terus," sang wanita memotong cerita sang lelaki.

Sang lelaki tertawa menanggapi sosok dihadapannya. Namun, seketika ia berhenti. Ia telah melakukan kesalahan paling fatal seumur hidupnya.

"Matamu bagus."

...


17 Maret.
Malam minggu.

Monday, March 12, 2018

People.

Dicari hunting buddy karena temanku sedang abroad, yang satunya sibuk ujian :(

Sebuah pertanyaan,

"Bagaimana cara untuk merespon suatu kabar bahwa sosok yang dijadikan panutan olehmu, gagal melakukan apa yang dia contohkan kepadamu?"

Karena pada dasarnya, satu-satunya kerugian yang dapat saya alami hanya ketakukan untuk menjadi sama sepertinya, gagal sepertinya.
Tapi bagaimana hal itu menjadi sebuah 'hanya', ketika tidak ada yang dapat memberikan jaminan esokmu akan baik baik saja?

Kemudian ia menjawab,
"Berhentilah mengidolakan manusia."
"Lho, kenapa?"
"We all make mistakes. Jangan berharap apapun sempurna kalau tidak ingin kecewa."


Selamat hari Senin.

Sunday, March 4, 2018

No signal.


Bicara hati siapa yang tahu, biarkan saya mengasumsikan ada seseorang di sekitarmu yang tahu.
Apa yang akan ia lakukan? Memberitahumu? Bertanya padamu? Atau membantu meyakinkanmu, bahwa hal tersebut begitu benar untuk dilakukan?
Atau mungkin ia akan diam dalam 1000 kata yang ia ucapkan, hanya untuk melupakan hal yang sebenarnya tidak ingin ia ketahui.

Pernahkah kamu mengira? Mungkin ini perkara mengenai sinyal sinyal antara kita. Interaksi antarmanusia yang meletupkan sinyal-sinyal di udara. Mungkin sinyal-sinyal itu terlalu kalut dan menjadi buyar, sehingga sampai kepada orang yang salah.

Maka saya ingin bertanya padamu sebaliknya.
Kalau ternyata kamu yang memiliki sinyal-sinyal yang salah itu, apa yang akan kamu lakukan?
Menguburnya hidup hidup atau dibiarkannya merasuk mencabik-cabik hatimu sendiri?

Saya hanya tahu satu hal. Sinyal-sinyal itu terlahir untuk menjadi terlalu kuat untuk dilawan oleh tubuhmu sendiri. Kamu tidak akan sanggup. Seolah menguburnya memang berada pada deretan hal-hal yang mustahil kamu lakukan. Namun, semakin lama kamu menyimpannya, hatimu akan semakin rusak.

Maka, biarkan saya memberi saran. Jika kamu merasa lelah, kamu tetap bisa memilih untuk membiarkannya melakukan itu. Membiarkan dirimu ditelan kegundahan dan sakit teramat sakit. Tetapi kamu akan merasa puas. Kemudian menjadikannya sebagai sesuatu yang pantas untuk kamu dapatkan. Karena melakukan apa yang tidak seharusnya kamu lakukan;
memiliki apa yang seharusnya tidak kamu miliki.

Saturday, February 17, 2018

Resolution.


My lecturer closed my last lecture this week by saying,

...Entrepreneurs in running companies should benefit investor, clients, partners, employees, and themselves....

Perlu diingat, themselves-nya di belakang, ya.


Jadi kalau entrepreneur itu, harus bisa bikin kaya semuanya, memperkaya dirinya terakhir, karena dengan memperbaiki lingkungannya, entrepreneur bisa dapet benefitnya juga.

....

It's February already, but it's never too late for a new year post.

I've never been a fan of 'new years' resolution, but I made it every year. Tidak benar-benar menuliskan segalanya di secarik kertas beraksara indah, besar-besar, berwarna menarik, dan terpajang rapi di dinding kamar. But I kept those 'plans' in mind, just to find out how long it would stay there, lol.

And here is a selfish me dan sudah lupa resolusi memperbaiki diri. Inginnnya semua senang, semua bahagia, tapi inginnya saya yang senang dulu hehe.
Tapi ini mandatory post tahun baru, harusnya penuh dengan senang-senangnya harapan tahun baru, kan? And actually, the idea that you have to wait 365 days to improvise yourself is just ridiculous. You can choose to set goals anytime you want. Jadi, minggu depan saya ingin ikut kelas aerobik, menerima tawaran-tawaran baru, produce more smiles, dan gak batu-batu amat kalau ada yang kasih nasihat.

Selamat Tahun Baru 2018.
Semoga selalu bahagia.
Salam sayang dari hati yang paling kiri.